Selasa, 22 Oktober 2013

Keanekaragaman Seni Tradisi Madura


Madura memiliki kekayaan kesenian tradisional yang amat banyak, beragam dan amat bernilai. 
Dalam menghadapi dunia global yang membawa pengaruh materalisme dan pragmatisme,
kehadiran kesenian tradisional dalam hidup bermasyarakat di Madura sangat diperlukan, agar
kita tidak terjebak pada moralitas asing yang bertentangan dengan moralitas lokal ataujati din
bangsa. Kita sebagai orang asli Madura harus mengenal budaya Madura yang masih hidup, bahkan
yang akan dan telah punah. Pengenalan terhadap berba gai macam kebudayaan Madura tersebut
akan diharapkan mampu menggugah rasa kebangsaan kita akan kesenian daerah.
Madura dikenal sebagai wilayah yang tandus namun kaya akan kebudayaan. Kekayaan budaya
yang terdapat di Madura dibangun dari berbagai unsur budaya baik dari pengaruh animisme,
Hin duisme dan Islam. Perkawinan dari ketiga unsur tersebut sangat dominant mewamai
kebudayaan yang ada. Dalam perkembangannya berbagai kese nian yang bemafaskan religius,
terutama benuansa Islami temyata lebih menonjol. Keanekaragaman dan berbagai bentuk seni
budaya tradisional yang ada di Madura menunjuk kan betapa tinggi budaya yang dimiliki oleh
bangsa Indonesia.
Kekayaan seni tradisional yang berisi nilai-nilai adiluhur yang berlandaskan nilai religius Islami
seharusnya dilestarikan dan diperkenalkan kepada generasi muda sebagai penerus warisan
bangsa. Kesenian tradisional adalah aset kekayaan budaya lokal yang akan mampu melindungi
gene rasi muda dari pengaruh negatif era globalisasi. Pengaruh budaya global yang demikian
gencar melalui media elektronik dan media cetak menye babkan generasi muda kehilangan jati diri.
Dengan mengetahui kebudayaan lokal diharapkan generasi muda mampu menggali potensi
kekayaaan seni tradisional sekaligus melestarikannya. Secara garis besar jenis-jenis kebudayaan
tra disional Madura dapat dibagi dalam empat kelom pok dan dari masing-masing kelompok tersebut
mempunyai tujuan maupun fungsi yang berbeda, adapun jenis-jenis kebudayaan tradisional
tersebut adalah:
Pertama, seni musik atau seni suara yaitu tembang macapat, musik saronen dan musik
ghul-ghul. Tembang macapat adalah tembang (nyanyian) yang mula-mula dipakai sebagai media
untuk memuji Allah SWT (pujian keagamaan) di surau-surau sebelum dilaksanakan shalat wajib,
tembang tersebut penuh sentuhan lembut dan membawa kesahduanjiwa.
Selain berisi puji-pujian tembang tersebut juga berisi ajaran, anjuran serta ajakan untuk mencintai
ilmu pengetahuan, ajaran untuk bersama-sama membenahi kerusakan moral dan budi pekerti,
mencari hakekat kebenaran ser ta membentuk manusia berkepribadian dan berbu daya. Melalui
tembang ini setiap manusia diketuk hatinya untuk lebih memahami dan mendalami makna hidup.
Syair tembang macapat merupakan manivestasi hubungan manusia dengan alam, serta
ketergantungan manusia kepada Sang Penguasa Alam Semesta. Contoh tembang macapat:
Mara kacong ajar onggu, kapenterran mara sare,
Ajari eimo agama, eimo kadunnya ‘an pole,
Sal a settongja pabidda, ajari bi onggu ate.
Nyare eimo patar onggu,
Sala settongjapaceccer,
Eimo kadunnyaan reya,
Menangka sangona odhi
Dineng eimo agama, menangka sangona mate.
Paccowan kenga ‘e kacong, sombajangja ‘la ‘el/a ‘e,
Sa ‘are samalem coma,
Salat wajib lema kale,
Badha pole salat sonnat, rawatib ban salat lail (anggoyudo, 1983)
Seni musik atau seni suara selanjutnya adalah musik saronen. Beberapa atraksi kesenian Madura
pengiring instrumen musiknya adalah saronen. Mu sik ini adalah musik yang sangat kompleks dan
ser baguna yang mampu menghadirkan nuansa sesuai dengan kepentingannya. Walaupun musik
saronen adalah perpaduan dari beberapa alat musik, namun yang paling dominan adalah liuk-liukan
alat tiup berupa kerucut sebagai alat musik utama, alat musik tersebut bernama saronen.Musik
saronen bersal dari desa Sendang Kecamatan Pragaan Kabupaten Sumenep yang berasal dari
kata senninan (hari Senin)
Suku Madura terkenal sebagai suku berwatak keras, polos, terbuka dan hangat, sehingga
jenis musik riang dan berirama mars menjadi pilihan yang paling pas. Untuk mengiringi
kerapan sapi dimain kan irama sarka yaitu permainan musik yang cepat dan dinamis, sedangkan
irama lorongan jhalan (irama sedang) dimainkan pada saat dalam perjalanan menuju lokasi kerapan
sapi
.
Irama lorongan toju’ biasanya memainkan lagu-lagu gending yang beri rama lembut, biasanya
digunakan untuk mengiringi pengantin keluar dan pintu gerbang menuju pintu pelaminan. Jenis
seni musik atau sent suara selan jutnya adalah musik ghul-ghul yaitu didominasi oleh gendang
(ghul-ghul). Namun dalam perkemba ngannya permainan musik ini memasukkan alat musik lainnya,
baik alat musik tiup maupun alat musik pukul.
Ciri spesifik dari alat musik ini adalah terletak pada model gendang yang menggelem bung besar di
bagian tengah. Musik ghul-ghul ini diciptakan untuk mengiringi merpati ketika sedang terbang.
Iringan musik ini dipakai sebagai sarana hiburan bagi organisasi (perkumpulan) “dara get tak” ,
ketika membentak kemudian merpati dilepas ke udara, musik ini ditujukan untuk menyemarak kan
suasana, musik ghul-ghul ini berasal dari desa Lenteng Timur Kecamatan Lenteng Kabupaten
Sumenep.
Kedua, sent tari atau gerak yaitu tan muang sangkal dan tari duplang. Gerakan tari tradisional
Madura tidak pemah terlepas dari kata-kata yang tertera dalam Al-Quran seperti kata Allahu atau
Muhammad, begitu pula dengan batas-batas gerakan tangan tidak pemah melebihi batas payudara.
Tari muang sangkal adalah sent tradisi yang bertahan sampai sekarang, Tari tersebut telah
mengalami berbagai perubahan yaitu menjadi tarian wajib untuk menyambut tamu-tamu yang
datang ke Sumenep.
Sedangkan Tari duplang meru pakan tari yang spesifik, unik dan langka. Keunikan dari tarian ini
disebabkan karena tarian ini merupa kan sebuah penggambaran prosesi yang utuh dari kehidupan
seorang wanita desa. Wanita yang be kerja keras sebagai petani yang selama ini terlupakan.
Dijalin dan dirangkai dalam gerakan-gerakan yang sangat indah, lemah-lembut, dan lemah gemulai.
Tarian ini diciptakan oleh seorang penari keraton bernama Nyi Raisa. Generasi tera khir yang mampu
menguasai tarian ini adalah Nyi Suratmi, dan tarian ini jarang dipentaskan setelah adanya pergantian
sistem pemerintahan, peralihan dari sistem raja ke bupati. Sejak saat itu tarian ini jarang
dipentaskan.
Karena tingkat kesulitannya yang sangat tinggi, sehingga banyak penari segan untuk mempelajarinya,
maka tidak mengherankan apabila tarian duplang kini tidak dikenal dan diingat lagi oleh seniman-
seniman tari generasi berikutnya. Dengan demikian tarian ini benar-benar punah.
Ketiga, upacara ritual yaitu sandhur pantel. Masyarakat petani atau masyarakat nelayan tradi
sional Madura menggunakan upacara ritual seba gai sarana berhubungan dengan mahluk gaib atau
media komunikasi dengan Dzat tunggal, pencipta alam semesta. Setiap melakukan upacara ritual
media kesenian menjadi bagian yang tak terpisahkan dari seluruh proses kegiatan.
Masyarakat Madura menyebutnya sandhur atau dhamong ghardham, yaitu ritus yang ditarikan,
dengan ber bagai tujuan antara lain, untuk memohon hujan, menjamin sumur penuh air, untuk
menghormati makam keramat, membuang bahaya penyakit atau mencegah musibah, adapun
bentuknya berupa ta rian dan nyanyian yang diiringi musik.
Daerah-daerah yang mempunyai kesenian ini menyebar di wilayah Madura bagian timur.
Batuputih terdapat ritus rokat dangdang, rokat somor, rokat bhuju, rokat thekos jagung.
Di Pasongsongan terdapat sandhur lorho’. Di Guluk-guluk terdapat sandhuran duruding, yang
dilaksanakan ketika panen jagung dan tembakau, berupa nyanyian laki-laki atau perempuan
atau keduanya sekaligus tanpa iringan musik.
Musik langsung dimainkan oleh peserta de ngan cara menirukan bunyi dari berbagai alat musik.
Di lingkungan masyarakat tradisional yang masih mempercayai ritual sandhur panthel yang
diguna kan sebagai media penghubung dengan sang pencipta. Namun ritual ini sebenarnya
bertenta ngan dengan agama Islam dan tidak pula diajarkan dalam Al-Qur’an dan sunnah
Rasul, jadi ini merupa kan suatu bid’ah dan haram hukumnya jika dilaksanakan.
Berbagai bentuk kesenian adalah aset keka yaan budaya lokal yang akan mampu melindungi
anak bangsa dari berbagai hantaman budaya global. Pengaruh budaya global memang saat
ini demikian gencamya, mengalir dari berbagai pintu media massa, sehingga menyebabkan
generasi muda kehilangan jati dirinya. Kekayaan seni budaya yang dimiliki oleh suku
bangsa di Indonesia lambat laun akan punah, hal itu disebabkan oleh ketidakacuhan dari
berbagai unsur, baik pihak pe merintah daerah, instansi pemerintah, tokoh formal maupun
informal, masyarakat ataupun kaum generasi muda. Namun yang sangat penting untuk
diperhatikan dalam hal ini, apakah budaya itu pantas atau sesuai dengan ajaran agama
Islam…!?? Jika tidak sesuai, maka budaya itu tidaklah wajib dilestarikan.
Keempat, seni pertunjukan berupa kerapan sapi dan topeng dalang. Perlombaan
memacu sapi pertama kali diperkenalkan pada abad ke 15 (1561 M) pada masa
pemerintahan Pangeran Katandur di keratin Sumenep. Permainan dan perlombaan
ini tidak jauh dari kaitannya dengan kegiatan seha ri-hari para petani, dalam arti permainan
ini mem berikan motivasi kepada kewajiban petani terha dap sawah ladangnya dan disamping
itu agar peta ni meningkatkan produksi temak sapinya.
Namun, perlombaan kerapan sapi kini tidak seperti dulu lagi dan telah disalahgunakan sehingga
lebih banyak mudharat daripada manfaatnya. Ma salahnya banyak di antara para pemain dan
penon ton yang melupakan kewajibannya sebagai hamba Allah SWT, yakni mereka tidak lagi
mendirikan sha lat (Lupa Tuhan, ingat sapi). Kerapan sapi memang telah menjadi identitas,
trade mark dan simbol keperkasaan dan kekayaan aset kebudayaan Madura.
Di sektor pariwisata, kerapan sapi mempakan pemasok utama Anggaran dan Pendapatan
Belanja Daerah (APBD), karena dari sektor ini para wisata wan mancanegara maupun domestik
datang ke Madura untuk menyaksikan kerapan sapi. Namun sangat disayangkan karena yang
terjadi saat ini, para wisatawan mancanegara maupun domestik sudah tidak lagi mau datang
untuk menonton per lombaan kerapan sapi, hal ini disebabkan karena mereka melihat adanya
penyiksaan terhadap bina tang dengan memberikan sesuatu benda tajam dan lainnya kepada
sapi, agar sapinya berlari lebih kencang dan menjadi pemenang. Selain itu, tidak sedikit dari
penonton yang menjadikan perlombaan kerapan sapi sebagai arena pertaruhan judi. Maka
pantaskah budaya ini terus dilestarikan lagi, jika begini jadinya..??
Seni pertunjukan selanjutnya adalah topeng dalang, konon topeng dikatakan sebagai
kesenian yang paling tua. Adapun bentuk topeng yang di kembangkan di Madura berbeda
dengan topeng yang ada di Jawa, Sunda dan Bali. Topeng Madura pada umumnya lebih
kecil bentuknya dan hampir semua topeng diukir pada bagian atas kepala de ngan berbagai
ragam hias. Ragam bias yang paling populer adalah hiasan bunga melati.
Adapun penggambaran karakter pada topeng dalang selain tampak pada bentuk muka juga
dalam pemilihan wama, untuk tokoh yang berjiwa bersih digunakan wama putih, wama merah
untuk tokoh tenang dan penuh kasih sayang, wama hitam untuk tokoh yang arif dan bijaksana
bersih dari nafsu duniawi, kuning emas untuk tokoh yang anggun dan berwibawa, warna kuning
untuk tokoh yang pemarah, licik dan sombong.
Setiap pementasan topeng dalang seluruh pemainnya didominasi laki-laki, penari sebanyak
kira-kira 15-25 orang dalam lakon yang dipentaskan semalam suntuk, adapun aksesoris nya
adalah taropong, sapiturung, ghungseng, ka long, rambut dan badung. Sedangkan untuk peme ran
wanita aksesoris tambahannya adalah berupa sampur, kalung ular, gelang dan jamang. Teater
topeng dalang Madura adalah satu-satunya teater tradisional yang mampu menaikkan pamor
seni tradisi. Di era tahun 80-an sampai dengan tahun 90-an topeng dalang Sumenep melanglang
buana sampai ke benua Amerika, Asia dan Eropa, kota-kota besar yang disinggahi adalah London,
Amsterdam, Belgia, Perancis, Jepang dan New York.
Penampilan seni tradisional ini mampu memikat, memukau dan menghipnotis serta menimbulkan
decak kagum para penonton, begitu hangat sam butan masyarakat intemasional terhadap
kesenian topeng dalang. Namun sangatlah disayangkan, kekaguman yang pemah dibangun oleh
para dalang di masa lalu, saat ini mulai pudar karena ti dak adanya peminat, kesenian ini mulai
berkurang terutama di masyarakat perkotaan, karena diang gap ketinggalan zaman. Saat ini
pementasannya hanya dilakukan di daerah pinggiran yang masih peduli dan mencintai kesenian ini.
Seni teater tra disional yang dimiliki suku bangsa Madura menun jukkan betapa tinggi nilai
budaya yang dimiliki oleh suku bangsa ini. Nilai-nilai adiluhur yang berlandas kan nilai keagamaan,
seharusnya diperkenalkan kembali kepada generasi penerus sebagai pemilik sah atau pewaris
budaya. Apalagi regenerasi ser ta pelestarian dikemas dalam bentuk yang luwes dan fleksibel
sesuai dengan perkembangan yang ada. Sebagaimana wali songo menjadikan media ke senian
sebagai sarana dakwah tanpa kehilangan nilai-nilai filosofi serta jati diri.
Maka dengan demikian, pihak Pemerintah Daerah, masyarakat, dan khususnya generasi muda
pelajar saat ini hams menjadi tonggak sebagai pe lestari budaya daerah Madura, agar budaya
yang telah ada tidak hilang atau punah dan akan terus menjadi kebanggaan bangsa. Namun
budaya itu juga hams sesuai dan tidak lepas dari norma atau aturan agama Islam, sehingga
tidak termasuk budaya yang tidak diperbolehkan dan haram menurut agama. Sekian dan Terima
kasih.


Tulisan diatas menyalin dari : Keanekaragaman Seni Tradisi Madura | Lontar Madura http://www.lontarmadura.com/keanekaragaman-seni-tradisi-madura/#ixzz2iW45MOlS

Tidak ada komentar: